Baru-baru ini kita dihebohkan dengan kejadian
hujan es yang terjadi di Jakarta. Berikut tanya jawab seputar hujan es di musim
pancaroba yang diedit ulang dan dilengkapi, untuk menambah wawasan kita:
Tanya (T) Bagaimana proses terjadinya hujan es?
Apa yang menyebabkan terjadinya fenomena ini?
Jawab (J): Hujan es secara ilmiah disebut “hail stone”. Terjadinya dari proses updraft (gerakan udara ke atas) pembentukan awan cumulonimbus yang menjulang tinggi seperti jamur. Proses updraft disertai dengan udara basah dari bawah ketika mencapai ketiggian dengan suhu di bawah nol derajat (sekitar ketinggian lebih dari 5.000 m) uap air yang sangat dingin bertemu dengan inti kondensasi pembentuk awam yang kemudian membentuk gumpalan es. Butiran es kemudian jatuh bersamaan dengan hujan lebat yang kadang disertai dengan angin kencang atau puting beliung. Kejadian ini potensial terjadi pada masim pancaroba saat ini karena angin cenderung lemah dan berubah-ubah arah, sehingga pemanasan optimum yang menyebabkan suhu relatif tinggi. Penguapan yang intensif diperkuat dengan kondisi MJO (Madden-Julian Oscilation) yang mengindikasikan konveksi kuat. Akibatnya udara hangat yang mengandung uap air didorong cepat ke atas mencapai daerah yang sangat dingin.
T: Apakah dampak negatif/positif yg disebabkan
oleh fenomena ini?
J: Dampak negatifnya, tentu saja batu es
tersebut dapat merusakkan geneng rumah, kendaraan, dan fasilitas lain, seperti
pernah terjadi di Bandung yang merusakkan beberapa rumah dan kaca mobil.
T: Setahu saya, fenomena ini jarang terjadi di Indonesia atau negara-negara tropis lainnya. Benarkah itu?
J: Hujan es (hail stone) dapat terjadi di mana
pun, termasuk di daerah tropis selama ada proses updraft yang aktif yang
membawa udara basah mencapai daerah dingin yang memungkinkan pembentukan es.
T: Belahan dunia mana saja yang seharusnya
sering mengalami hujan es? Kalau di Indonesia, selain Bandung, daerah mana saja
yang sudah dan sering mengalami fenomena ini?
J: Fenomena ini di wilayah lain (di luar daerah
tropis) biasanya terkait dengan kejadian badai. Tetapi di Indonesia,
kecenderungan akhir-akhir ini kejadiannya adalah di daerah yang mengalami
pemanasan intens dan lembat disertai dengan ketidakstabilan dinamika atmosfer
yang memicu updraft. Fenomena pemanasan kota menjadi salah satu kemungkinan
pemicu kejadian hujan es pada masa pancaroba Maret-April-Mei di Bandung dan
Jakarta akhir-akhir ini.
T: Dengan adanya hujan es, bagaimana
hubungannya dngan perubahan iklim di Indonesia, apakah semakin mengkhawatirkan?
J: Fenomena hujan es adalah fenomena biasa yang
biasa terjadi pada masa pancaroba. Fenomena sejenis adalah fenomena puting
beliung yang lebih terfokus pada pola sirkulasi udara lokal yang menyebabkan
putaran dan embusan angin cepat reaksi dari proses updraft. Hal itu tidak perlu
dikhawatirkan, tetapi perlu diwaspadai.
T: Gejala ap saja yang biasany mendahului
sebelum terjadinya fenomena in?
J: Fenomena hujan es dan puting beliung adalah
fenomena lokal dan prosesnya cepat, sehingga sulit diketahui tanda-tandanya.
Gejala pendahuluan kadang tidak disadari. Misalnya, siang yang sangat terik dan
lembab. Proses updraft (naiknya udara secara cepat ke atas) tidak tampak,
tetapi kita bisa segera melihat adanya awan yang tiba-tiba membumbung tinggi
dan gelap karena tebal menjulang tinggi. Pada saat itulah uap air yang didorong
cepat naik ke atas dan mencapai titik beku membentuk gumpalan es. Bila beratnya
sudah tak tertahan oleh gerak udara, maka batu-batu es berjatuhan disertai
dengan hujan deras dan angin.
T: Apakah hujan es ini ada hubungannya dengan
pemanasan global?
J: Hujan es saat ini tidak terkait dengan
pemanasan global (global warming), kemungkinannya lebih terkait dengan
pemanasan lokal, khususnya fenomena urban heat island (pulau panas perkotaan).
Tetapi, untuk masa depan potensi pengaruh pemanasan global semakin kuat.
Frekuensi kejadian hujan es di daerah tropis kemungkinan meningkat. Dengan
pemanasan global beberapa mekanisme hujan es akan diperkuat, antara lain dasar
awan akan semakin rendah, sementara puncak awan semakin tinggi. Akibatnya
ketebalan awan akan meningkat , updraft , dan pemompaan Ekman semakin cepat.,
yang berarti intensitas hujan es, petir, dan puting beliung akan meningkat.
T: Kalau memang hujan es lebih banyak
mengandung kerugian, maka langkah-langkah pencegahan apa yang harus dilakukan?
J: Pencegahannya belum diketahui. Tetapi
meminimalisasi pemanasan kota dengan penghijauan diduga dapat mengurangi proses
konveksi (pergolakan udara) lokal yang memicu updraft intensif.
T: Batu esnya itu sebenernya layak dikonsumsi
tidak Pak?
J: Esnya karena terbuat dari uap yang
terkondensasi pada partikel-partikel yang umumnya bersifat polutan udara, tentu
tidak layak dikonsumsi.
Original post by Dokumentasi T.Djamaluddin
No comments:
Post a Comment