"Dan sesungguhnya 'amal-'amal itu ditentukan
oleh penutupnya." (HR Ahmad)
Malcolm X adalah nama yang menyejarah tentang kelamnya hidup di alam zhalim
rasisme, nistanya diri yang kehilangan arah, berlikunya jalan menuju cahaya,
panjangnya masa ketertipuan oleh lentera palsu, dan singkatnya manis iman
bersama kebenaran sejati.
Tapi sependek apapun, itulah penutup indah, husnul khatimah, yang membuat nama
Hajj Malik Al Syabaz abadi sebagai da'i Amerika yang membawakan hidayah Islam
dan berjuta orangpun mendoakannya.
Lahir di Omaha, Nebraska, 19 Mei 1925, saat dia masih kecil ayahnya dinyatakan
mati kecelakaan, dengan kesaksian beberapa orang menyebut kelompok rasis kulit
putihlah yang mendorongnya hingga tertabrak trem. Tunjangan tak dibayarkan,
hidup berpindah-pindah dalam ancaman Ku Klux Klan, ibunya mengalami gangguan
jiwa, lalu dia dan saudara-saudaranya harus pindah dari satu panti asuhan ke
rumah yatim yang lain. Menjadi peraih nilai terbaik di sekolahnya, sang guru
berkata padanya, "Cita-citamu menjadi pengacara, mustahil untuk seorang
kulit hitam." Diapun keluar dan memulai berbagai kejahatan terhadap kulit
putih, pencurian, kekerasan, bahkan menurut biografi terbarunya jatuh pula
dalam kenistaan hubungan sejenis karena kesulitan ekonomi. Fase terkelam hidup
ini diakhiri dengan vonis 10 tahun penjara. Dan dari penjara itu, dia mengenal
Nation of Islam.
Begitu keluar, dia bergabung dengan organisasi yang
dipimpin oleh Elijah Muhammad itu dan menjadi juru bicara utamanya yang begitu
karismatik. Ajaran Nation of Islam selain 'diwarnai sedikit' nilai Islam,
justru meliputi pula supremasi kulit hitam yang adalah insan asli bumi, kulit
putih itu iblis, dan bahwa Elijah adalah Nabi yang diutus sebagai Juru Selamat.
Selama 12 tahun, Malcolm mendakwahkan hal batil ini, dan interaksinya yang kian
luas membuat dia diajak berdiskusi oleh para muslim sunni dari Timur Tengah dan
Afrika. "Pada usiaku yang ke-39", ujar Malcolm seperti ditulis dalam
Autobiografinya yang disunting Alex Haley, "Aku berada di kota suci Makkah.
Saat itulah, untuk pertamakali dalam hidupku, aku berdiri di hadapan Yang Mahakuasa dan merasa menjadi
manusia utuh." "Perjalanan haji telah membuka cakrawala berpikirku.
Allah menganugerahkan cara pandang baru selama 2 pekan di Tanah Suci. Aku
melihat hal yang tak pernah kulihat selama 39 tahun hidup di Amerika Serikat.
Aku melihat semua ras dan warna kulit bersaudara, beribadah kepada satu Tuhan
tanpa menyekutukanNya. Benar pada masa lalu aku bersikap benci pada semua orang
kulit putih namun itu karena ketidaktahuan. Sekarang aku tahu bahwa ada orang
kulit putih yang ikhlas dan mau bersaudara dengan orang negro. Kebenaran Islam
telah menunjukkan kepadaku bahwa kebencian membabi buta kepada semua orang
putih adalah sikap salah sepertihalnya jika sikap itu dilakukan orang kulit
putih terhadap orang negro." Pangeran Mahkota Faisal ibn 'Abdil 'Aziz Al
Sa'ud menerima Malcolm sebagai tamu negara. Seperti penghormatan yang
diterimanya dari pemimpin berbagai negara ketika masih menjadi pemimpin Nation
of Islam, seusai haji dia diminta berkeliling mengunjungi Mesir, Ethiopia,
Tanganyika, Nigeria, Ghana, Guinea, Sudan, Senegal, Liberia, Aljazair, dan
Maroko. Dalam perjalanan pulang dia mampir di Perancis dan Inggris di mana
pidatonya tentang Islam dan perjuangan kesetaraan disambut riuh
Malcolm X akhirnya mendirikan Muslim Mosque Inc.,
dan Organization of Afro-American Unity pada 28 Juni 1964. Pada 21
Februari 1965, pada saat akan memberi ceramah di sebuah hotel di New York,
Malcolm X tewas diujung peluru tiga orang Afrika-Amerika yang ironisnya dia
perjuangkan nilai-nilai dan hak-haknya. Para fanatis Nation of Islam diduga
berada di balik pembunuhannya.
Meski dia wafat di usia yang baru 39 tahun dan
baru amat sebentar membaktikan diri bagi dakwah, gaung perjuangan Malcolm terus
bergema. Atas pengaruh Malcolm, Warith Deen Muhammad yang menggantikan Ayahnya
memimpin Nation of Islam pada 1975 membubarkan perkumpulan itu, lalu pada 1978
memimpin ratusan ribu anggotanya hijrah menjadi muslim sunni sejati, menjadikan
tahun itu sebagai "tahun muallaf" terbesar sepanjang sejarah dakwah
di AS. Sesungguhnya 'amal-'amal kita dilihat di penghujungnya; dan saya merasa
begitu kerdil ketika menziarahi makam Malcom X hari ini
Dikutip
dari laman Instagram Ustadz Salim A Fillah (@salimafillah)