Wow hujan es kembali turun di Negara Indonesia.
Setelah terjadi di Jakarta dan Bandung kali ini terjadi di kabupaten Mandailing
Natal, Provinsi sumatera Utara. Tepatnya di kecamatan SIABU, desa yang dilanda
hujan ES antara lain Desa Simaninggir, Siabu, dan Malintang. Untuk desa lainnya
penulis kurang tau, karena penulis kebetulan berdomisili di Desa Simaninggir.
Hujan Es ini terjadi sekitar Jam 18.00.
Selain hujan dalam berbentuk Es, fenomena Alam ini juga disertai Angin kencang
dan Petir. Peristiwa ini menyebabkan banyak pohon kelapa yang tumbang di
kawasan Persawahan (SABA UDUK). Para petani yang berada di lokasi langsung
memutuskan untuk pulang dari sawah menuju rumah. Peristiwa ini gagal saya
abadikan dikarenakan saya tidak membawa kamera tutur salah seorang petani yang
penulis wawancarai Via Telepon.
Kejadian
hujan lebat atau es disertai kilat atau petir dan angin kencang berdurasi
singkat lebih banyak terjadi pada masa transisi atau pancaroba musim, baik dari
musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya, Setelah penulis telusuri di
internet dan menanyakan kerabat di kampong, hujan Es ini hamper mengguyur Semua
wilayah di Mandailing Natal.
Berikut tanya jawab seputar
hujan es di musim pancaroba yang diedit ulang dan dilengkapi, untuk menambah
wawasan kita:
Tanya (T) Bagaimana proses terjadinya hujan es? Apa yang
menyebabkan terjadinya fenomena ini?
Jawab (J): Hujan es secara ilmiah disebut “hail stone”.
Terjadinya dari proses updraft (gerakan udara ke atas) pembentukan awan
cumulonimbus yang menjulang tinggi seperti jamur. Proses updraft disertai
dengan udara basah dari bawah ketika mencapai ketiggian dengan suhu di bawah
nol derajat (sekitar ketinggian lebih dari 5.000 m) uap air yang sangat dingin
bertemu dengan inti kondensasi pembentuk awam yang kemudian membentuk gumpalan
es. Butiran es kemudian jatuh bersamaan dengan hujan lebat yang kadang disertai
dengan angin kencang atau puting beliung. Kejadian ini potensial terjadi pada
masim pancaroba saat ini karena angin cenderung lemah dan berubah-ubah arah,
sehingga pemanasan optimum yang menyebabkan suhu relatif tinggi. Penguapan yang
intensif diperkuat dengan kondisi MJO (Madden-Julian Oscilation) yang
mengindikasikan konveksi kuat. Akibatnya udara hangat yang mengandung uap air
didorong cepat ke atas mencapai daerah yang sangat dingin.
T: Apakah dampak negatif/positif yg disebabkan oleh fenomena
ini?
J: Dampak negatifnya, tentu saja batu es tersebut dapat
merusakkan geneng rumah, kendaraan, dan fasilitas lain, seperti pernah terjadi
di Bandung yang merusakkan beberapa rumah dan kaca mobil.
T: Setahu saya, fenomena ini jarang terjadi di Indonesia atau negara-negara tropis lainnya. Benarkah itu?
J: Hujan es (hail stone) dapat terjadi di mana pun, termasuk
di daerah tropis selama ada proses updraft yang aktif yang membawa udara basah
mencapai daerah dingin yang memungkinkan pembentukan es.
T: Belahan dunia mana saja yang seharusnya sering mengalami
hujan es? Kalau di Indonesia, selain Bandung, daerah mana saja yang sudah dan
sering mengalami fenomena ini?
J: Fenomena ini di wilayah lain (di luar daerah tropis)
biasanya terkait dengan kejadian badai. Tetapi di Indonesia, kecenderungan
akhir-akhir ini kejadiannya adalah di daerah yang mengalami pemanasan intens
dan lembat disertai dengan ketidakstabilan dinamika atmosfer yang memicu
updraft. Fenomena pemanasan kota menjadi salah satu kemungkinan pemicu kejadian
hujan es pada masa pancaroba Maret-April-Mei di Bandung dan Jakarta akhir-akhir
ini.
T: Dengan adanya hujan es, bagaimana hubungannya dngan
perubahan iklim di Indonesia, apakah semakin mengkhawatirkan?
J: Fenomena hujan es adalah fenomena biasa yang biasa terjadi
pada masa pancaroba. Fenomena sejenis adalah fenomena puting beliung yang lebih
terfokus pada pola sirkulasi udara lokal yang menyebabkan putaran dan embusan
angin cepat reaksi dari proses updraft. Hal itu tidak perlu dikhawatirkan,
tetapi perlu diwaspadai.
T: Gejala ap saja yang biasany mendahului sebelum terjadinya
fenomena in?
J: Fenomena hujan es dan puting beliung adalah fenomena lokal
dan prosesnya cepat, sehingga sulit diketahui tanda-tandanya. Gejala
pendahuluan kadang tidak disadari. Misalnya, siang yang sangat terik dan
lembab. Proses updraft (naiknya udara secara cepat ke atas) tidak tampak,
tetapi kita bisa segera melihat adanya awan yang tiba-tiba membumbung tinggi
dan gelap karena tebal menjulang tinggi. Pada saat itulah uap air yang didorong
cepat naik ke atas dan mencapai titik beku membentuk gumpalan es. Bila beratnya
sudah tak tertahan oleh gerak udara, maka batu-batu es berjatuhan disertai
dengan hujan deras dan angin.
T: Apakah hujan es ini ada hubungannya dengan pemanasan
global?
J: Hujan es saat ini tidak terkait dengan pemanasan global
(global warming), kemungkinannya lebih terkait dengan pemanasan lokal,
khususnya fenomena urban heat island (pulau panas perkotaan). Tetapi, untuk
masa depan potensi pengaruh pemanasan global semakin kuat. Frekuensi kejadian
hujan es di daerah tropis kemungkinan meningkat. Dengan pemanasan global
beberapa mekanisme hujan es akan diperkuat, antara lain dasar awan akan semakin
rendah, sementara puncak awan semakin tinggi. Akibatnya ketebalan awan akan
meningkat , updraft , dan pemompaan Ekman semakin cepat., yang berarti
intensitas hujan es, petir, dan puting beliung akan meningkat.
T: Kalau memang hujan es lebih banyak mengandung kerugian,
maka langkah-langkah pencegahan apa yang harus dilakukan?
J: Pencegahannya belum diketahui. Tetapi meminimalisasi
pemanasan kota dengan penghijauan diduga dapat mengurangi proses konveksi
(pergolakan udara) lokal yang memicu updraft intensif.
T: Batu esnya itu sebenernya layak dikonsumsi tidak Pak?
J: Esnya karena terbuat dari uap yang terkondensasi pada
partikel-partikel yang umumnya bersifat polutan udara, tentu tidak layak
dikonsumsi.