Usul Isyrin adalah salah satu tulisan yang ditulis oleh
Ustadz Hasan Al-Bana, & merupakan buah tangan yang sangat penting,
karena risalah ini mengandung beberapa perkara yang wajib dipercayai &
diketahui oleh setiap Muslim & wajib diikuti dlm prilaku &
tindak-tanduknya; baik utk menjalin hubungan yang erat kepada Khaliqnya &
utk menjalin hubungan yang erat terhadap sesama manusia.
Bahwa dlm Usul Isyrin ini, imam Hasan Al-Banna menerangkan berbagai
perkara yang tak sepatutnya terjadi perselisihan pendapat (pertikaian) di
dalamnya, terutama dlm hal-hal yang berkenaan dgn aqidah, karena aqidah harus
difahami sebagaimana yang terdapat di dlm Al-Quran Al-Karim & Sunnah
An-Nabawiyah. Semoga dgn penjelasan ini setiap Muslim dapat memahami Islam
sebagaimana yang patut difahami tanpa menambah atau menguranginya sedikitpun
dari apa yang telah diturunkan oleh Allah & disampaikan oleh Rasul-Nya saw.
Demikian juga dlm Usul Isyrin ini imam Hassan Al-Banna, Pendiri &
Al-Mursyid Pertama jamaah Ikhwanul Muslimin, menerangkan bahwa di dlm Islam
terdapat hal-hal yang dibenarkan utk berbeda pendapat di samping
perkara-perkara yang tak boleh berbeda pendapat tadi. Semoga dgn ini setiap
Muslim itu mengetahui di mana tempat-tempat yang boleh berbeda
& tak merasa ganjil bila berhadapan dgn perbedaan pendapat seperti itu.
Kepada para Ikhwan hendaknya membaca & mengulang-ulang buku ini
sehingga dapat memberikan pencerahan, mehamami terhadap ajaran Islam & mempererat
ukhuwah terhadap sesama. Kemudian hal-hal yang telah diketahui & difahami
dari ajaran-ajaran Islam tersebut hendaklah diamalkan. Dan setiap amalan
tersebut hendaklah dapat membentuk jiwa & membina diri dlm suasana Islami;
karena beramal dlm usaha pembentukan peribadi adalah cara yang dapat membentuk
jiwa. Inilah jalan yang dilalui oleh para sahabat nabi yang mulia karena mereka
beramal dgn apa yang diketahui.
Semoga Allah swt. memberikan hidayah-Nya, meridhai & memberikan
pertolongan-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat tetap teguh &
berkhidmat utk agama Allah, & semoga pula Allah mencurahkan rahmat-Nya
kepada Al-Mursyid dgn petunjuk & kebaikan & menumbuhkan kepada ktia
cinta pada pengorbanan & jihad.
20 Prinsip Agama Islam yang harus DIFAHAMI oleh seorang muslim adalah :
1. Islam
adalah sistem yang syamil (menyeluruh), mencakup seluruh aspek kehidupan. Maka
ia adalah negara dan tanah air atau pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan
atau kasih sayang dan keadilan, wawasan dan undang-undang atau ilmu pengetahuan
dan hukum, materi dan kekayaan alam atau penghasilan dan kekayaan, serta
perjuangan dan dakwah atau pasukan dan pemikiran. Sebagaimana juga ia adalah
akidah yang murni dan ibadah yang benar, tidak kurang tidak lebih.
2.
Al Qur'an dan Sunnah yang suci adalah rujukan setiap
muslim dalam mengenali hukum-hukum Islam. Al Qur'an harus dipahami sesuai
dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, tanpa takalluf (memaknakan suatu ayat hingga
melampaui arti yang sewajarnya) dan ta'assuf (serampangan). Sedangkan as Sunnah
yang suci harus dipahami melalui para ahli hadis yang terpercaya.
3.
Keimanan yang murni, ibadah yang benar, dan mujahadah
(bersungguh-sungguh dalam beribadah) adalah cahaya dan kelezatan yang Allah
curahkan pada hati hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sementara ilham,
lintasan pikiran, penemuan-penemuan ghaib (al kasyf), dan mimpi, itu semua
bukan termasuk sumber hukum syariat Islam. Maka semua itu tidak perlu
diperhatikan kecuali bila tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan
teks-teksnya.
4.
Jimat, jampi (ruqyah), wada' (semacam keong yang
dikalungkan di leher anak kecil sebagai jimat), ramal (meramal nasib dengan
membuat garis di pasir), perdukunan, mengaku tahu akan hal-hal ghaib, dan
semisalnya adalah kemungkaran yang wajib diberantas. Kecuali jimat yang berasal
dari ayat-ayat al Qur'an atau jampi yang diriwayatkan dari Rasulullah saw.
5.
Pendapat imam (pimpinan) dan wakilnya tentang hal-hal
yang tidak ada teks hukumnya, hal-hal yang mengandung beragam interpretasi, dan
hal-hal yang membawa kemaslahatan umum (al maslahah al mursalah), harus
diamalkan sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah syariat. Pendapat
tersebut mungkin akan berubah sejalan dengan situasi, adat, atau tradisi. Pada
dasarnya ibadah adalah kepatuhan total, tanpa mempertimbangkan makna-maknanya.
Sedangkan adat istiadat (urusan selain ibadah ritual) harus mempertimbangkan
rahasia-rahasianya, hikmah, maksud, dan tujuannya.
6.
Setiap orang dapat ditolak ucapannya, kecuali al
Ma'shum (Rasulullah saw). Segala hal yang datang dari para pendahulu -semoga
mereka diridhai Allah- yang sesuai dengan al Qur'an dan as Sunah kita terima.
Bila tidak, maka al Qur'an dan as Sunah lebih utama untuk diikuti. Namun
demikian, kita tidak boleh mencaci maki dan menjelek-jelekkan pribadi mereka
dalam masalah-masalah yang masih diperselisihkan, serahkan saja kepada niat
mereka masing-masing. Sebab mereka telah mendapatkan apa yang telah mereka
kerjakan.
7.
Setiap muslim yang belum mencapai kemampuan telaah
terhadap dalil-dalil hukum furu' (cabang), hendaklah mengikuti salah satu imam
(pemimpin agama). Namun lebih baik lagi kalau sikap mengikuti tersebut diiringi
dengan upaya semampunya dalam memahami dalil-dalil yang dipergunakan oleh
imamnya, dan hendaklah ia mau menerima setiap masukan yang disertai dalil, bila
ia percaya pada keshalihan dan kapasitas orang yang memberi masukan tersebut.
Bila ia termasuk ahli ilmu, maka hendaklah selalu berusaha menyempurnakan
kekurangannya dalam keilmuan, sehingga dapat mencapai derajat penelaah (mujtahid).
8.
Perbedaan paham dalam masalah-masalah furu' (cabang).
hendaklah tidak menjadi faktor perpecahan dalam agama, tidak menyebabkan
permusuhan, dan tidak juga kebencian, setiap mujtahid akan mendapatkan pahala
masing-masing. Tidak ada larangan melakukan studi ilmiah yang jujur dalam
persoalan-persoalan khilafiyah (masalah-masalah fiqh yang masih diperselisihkan
oleh para ulama), dalam suasana saling mencintai karena Allah dan tolong
menolong untuk mencapai kebernaran yang sebenarnya. Studi tersebut tidak boleh
menyeret pada debat yang tercela dan fanatik buta.
9.
Memperdalam pembahasan tentang masalah-masalah yang
amal tidak dibangun di atasnya (tidak menghasilkan amal nyata) adalah sikap
takalluf (memaksakan diri) yang dilarang Islam. Misalnya memperluas
pembahasan tentang berbagai hukum bagi masalah-masalah yang tidak benar-benar
terjadi, memperbincangkan makna ayat-ayat al Qur'an yang belum dijangkau oleh
ilmu pengetahuan, perdebatan dalam membandingkan keutamaan sahabat ra, atau
memperbincangkan perselisihan yang terjadi di antara mereka. Masing-masing
memiliki keutamaan sebagai sahabat Nabi saw, dan pahala dari niat mereka.
Sedangkan mentakwil perselisihan mereka dapat menghindarkan diri dari dosa.
10. Ma'rifah
(mengenal) Allah tabaraka wa ta'ala, meng-Esakan-Nya, dan me-Mahasucikan Dia
adalah setinggi-tingginya tingkatan akidah Islam. Sedangkan ayat-ayat dan
hadis-hadis shahih tentang sifat-sifat Allah adalah termasuk mutasyabihat. Kita
wajib mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa menta'wilkan dan tanpa
pengingkaran (ta'thil) serta tidak perlu memperuncing perbedaan pendapat di
antara para ulama tentang hal tersebut. Kita mencukupkan diri seperti apa yang
dilakukan oleh Rasulullah saw dan para wahabatnya, "Dan orang-orang yang
mendalam ilmunya berkata, 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat,
semuanya itu dari sisi Rabb kami,'" (Ali Imran: 7)
11. Segala
bentuk bid'ah dalam agama yang tidak mempunyai dasar pijakan, tetapi dianggap
bagus oleh hawa nafsu menusia, baik berupa penambahan maupun pengurangan,
adalah kesesatan yang wajib diperangi dan diberantas dengan menggunakan cara
yang sebaik-baiknya, yang tidak menimbulkan kejelekkan yang lebih parah.
12. Bid'ah
idhafiyah (amalan yang disyariatkan, tanpa ada keterangan tentang tata caranya,
lalu dilakukan dengan cara-cara tertentu), bid'ah tarkiyah (meninggalkan
hal-hal yang di halalkan oleh syariat untuk mendekatkan diri kepada Allah), dan
iltizam (menentukan waktu, tempat, dan jumlah bilangan) terhadap ibadah-ibadah
yang muthlaqah (ibadah yang tidak ditentukan waktu, tempat, dan bilangannya)
adalah masalah khilafiyah dalam bab fiqh. Masing-masing orang mempunyai
pendapat dalam masalah tersebut. Namun tidak mengapa jika dilakukan penelitian
untuk sampai pada hakikatnya dengan dalil dan argumentasi.
13. Mencintai
orang-orang shalih, menghormati mereka, dan memuji mereka karena amal-amal baik
mereka yang tampak adalah bagian dari taqarrub kepada Allah swt. Sedangkan para
wali adalah orang-orang yang disebut dalam firman Allah swt, "Yaitu
orang-orang yang beriman dan mereka itu bertakwa." Karamah yang sesuai
dengan syarat-syarat syariat itu benar adanya. Namun harus diyakini bahwa
mereka (para wali) -semoga Allah ridha pada mereka- tidak memiliki mudharat
maupun manfaat bagi diri mereka sendiri, baik ketika masih hidup maupun setelah
meninggal dunia, apalagi bagi orang lain.
14. Ziarah
kubur -kubur siapa saja- adalah sunah yang disyariatkan dengan cara-cara yang
diajarkan oleh Rasulullah saw. Akan tetapi, meminta pertolongan kepada penghuni
kubur, -siapapun mereka- berdoa kepadanya, memohon pemenuhan hajat dari dekat
maupun dari jauh, bernazar untuknya, membangun kuburnya, menghiasinya,
memberinya penerangan, dan mengusapnya (untuk mengalap berkah), juga bersumpah
dengan selain Allah swt dan segala bid'ah yang serupa dengannya adalah dosa
besar yang wajib diperangi. Kitda tidak akan mencari-cari pembenaran terhadap
amalan-amalan tersebut, demi menutup pintu fitnah yang lebih parah lagi.
15. Berdoa
kepada Allah disertai tawassul (perantara) dengan salah satu makhluk-Nya adalah
perbedaan dalam masalah furu' tentang tata cara berdoa, bukan termasuk masalah
akidah.
16. Tradisi
yang salah tidak dapat mengubah hakikat arti lafazh-lafazh dalam syariat. Kita
harus mengkaji lafazh-lafazh syariat sesuai makna yang dikandungnya dan
mencukupkan diri dengannya. Sebagaimana kita juga wajib berhati-hati terhadap
berbagai istilah yang menipu dalam pembahasan masalah-masalah dunia dan agama.
Ibrah (yang dijadikan patokan) itu ada pada esensi di balik suatu nama, bukan
pada nama itu sendiri.
17. Akidah
adalah asas bagi aktivitas, amal hati itu lebih penting daripada amal anggota
badan. Namun upaya mencapai kesempurnaan pada kedua hal tersebut merupakan
tuntutan syariat, meskipun kadar tuntutan masing-masing berbeda.
18. Islam
itu membebaskan akal pikiran, menganjurkan untuk melakukan penelitian pada
alam, mengangkat derajat ilmu dan para ulama, dan menyambut kehadiran segala
sesuatu yang baik dan bermanfaat. "Hikmah adalah barang hilang milik orang
yang beriman. Di manapun didapatkan, ia adalah orang yang paling berhak
atasnya."
19. Pandangan
syar'i dan pandangan logika memiliki wilayah sendiri-sendiri yang tidak dapat
saling memasuki secara sempurna. Namun demikian, keduanya tidak akan pernah
berbeda dalam hal-hal yang qath'i (absolut). Hakikat ilmiah yang benar tidak
mungkin bertentangan dengan kaidah syariat yang shahih. Sesuatu yang masih
bersifat zhanni (interpretable), harus ditafsiri agar sejalan dengan qath'i.
Bila kedua-duanya bersifat zhanni, maka pandangan syariat lebih utama untuk
diikuti, sampai logika mendapatkan legalitas kebenarannya, atau gugur sama
sekali.
20. Kita
tidak mengkafirkan seorang muslim yang telah mengikrarkan dua kalimat syahadat,
mengamalkan tuntutan-tuntutannya dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya, baik
karena pendapatnya maupun kemaksiatannya, kecuali jika ia mengatakan kata-kata
kufur, atau mengingkari sesuatu yang telah diakui sebagai asas dari agama, atau
mendustakan ayat-ayat al Qur'an yang sudah jelas maknanya, atau mentafsirkannya
dengan cara yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab, atau melakukan suatu
perbuatan yang tidak mungkin diinterpretasikan kecuali kekufuran.
Saya
yakin, Anda tidak akan memahami semua ushul (prinsip) tersebut, untuk itu nanti
akan dibahas perushul atau silahkan baca buku syrah ushul 'isyrin yang ada di
toko buku.
No comments:
Post a Comment