TEKNIK OPERASI ENTERECTOMI PADA ANJING

A.    Pengertian Enterectomi
Enterectomy adalah suatu tindakan penyayatan pada dinding usus sehingga terlihat lumennya. Enterectomi merupakan operasi membuka dinding usus untuk mengambil benda asing dan dilakukan apabila jaringan usus masih baik, yaitu bila pulsasi masih ada, jaringan tidak mengalami nekrosis, elastisitas usus masih baik dan warna jaringan masih muda. Enterotomi dilakukan untuk menghindari terjadi nekrosis pada usus yang disebabkan benda asing (Yudhi, 2010).
Secara histologi usus terdiri dari beberapa lapisan yaitu; mukosa, sub mukosa, muskularis mukosa dan serosa (Colville dan Bassert, 2002). Mukosa yang sehat dan suplai darah yang baik sangat penting untuk sekresi dan absorbsi normal usus. Submukosa terdiri dari pembuluh darah, limpatik dan saraf. Muskularis mukosa dibutuhkan untuk kontraksi normal dan serosa penting untuk pemulihan yang cepat saat terjadi perlukaan atau insisi (Fossum, 2002).
Usus merupakan bagian dari alat pencernaan yang menempati rongga abdomen yang dimulai dari pylorus dan berakhir di rectum. Letaknya dipertahankan oleh panggantung yang disebut dengan mesentrium (Colville dan Bassert, 2002).
Secara umum usus dibagi menjadi dua bagaian, yaitu usus kecil dan usus besar, usus kecil panjangnya rata-rata 4 meter pada anjing yang yang terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum. Sedangkan usus besar terdiri dari caecum, colon dan rectum yang panjangnya kira-kira 60 cm (Frandson, 1992). Fungsi utama usus halus yaitu untuk penyerapan misel yang diperlukan oleh tubuh dan membantu proses pencernaan. Fungsi usus besar adalah sebagai organ penyerap air, penampung dan pengeluaran bahan-bahan feces (Aiache, 1983).


B.     Penyebab dilakukannya Operasi Enterectomy
Enterotomi adalah suatu tindakan penyayatan pada usus yang bertujuan untuk mengangkat benda asing atau kemungkinan adanya gangren pada usus (Yusuf, 1995). Benda asing yang ditemukan itu sangat bervariasi seperti kulit yang keras, kain, jarum besi, kawat, seng, rambut, tulang yang keras dan lain-lain. Benda asing yang besar akan menyebabkan gejala ileus obstruksi, sedangkan benda tajam menyebabkan perforasi saluran cerna dengan gejala peritonitis. Untuk mendiagnosa adanya benda asing pada saluran pencernaan tidak mudah tetapi dengan pemeriksaan ronsen dapat membantu diagnosa (Ibrahim, 2000).

Enteretomy dilakukan untuk mengeluarkan benda asing (corpora aliena) didalam usus bila keadaan usus masih baik (tidak ada gangren), sedangkan enterectomy dilakukan bila ada gangren pada usus karna neoplasma, corpora aliena, strangulasi (karena adesi, kompressi, intussuseption, volvulus/ tosio).

Adapun tanda – tanda gangren adalah usus berwarna biru kehitam – hitaman, tidak ada kontraksi, tidak ada pulsasi pada pembuluh darah mesenterica.

C.    Teknik Operasi Enterectomi
Pasien yang digunakan adalah anjing lokal (Canis domesticus), jenis kelamin jantan, umur kira-kira 3 bulan dengan berat badan 4 kg, berasal dari Lamlhom  Lhoknga. Sebelum operasi dilaksanakan, Pasien diperiksa keadaan fisik secara umum, kemudian dipuasakan selama 12 jam dengan tujuan untuk menghindari terhadap muntah akibat pemberian anastesi dan untuk membersihkan saluran pencernaan. Pasien dimandikan dan dicukur bulunya disekitar daerah yang akan dioperasi satu hari sebelum dilaksanakan operasi pembedahan.
1.      Persiapan Pra operasi
Sebelum operasi dilaksanakan, pasien dipuasakan selama 12 jam dengan tujuan untuk menghindari dampak pemberian anastesi dan untuk membersihkan saluran pencernaan. Hewan dicukur bulunya disekitar daerah yang akan dioperasi.
2.      Alat dan Bahan
Peralatan bedah disterilkan dan disediakan obat-obat yang diperlukan. Alat yang digunakan adalah: meja bedah, spuit 2.5 cc, scalpel, arteri klem, needle holder, gunting tumpul dan runcing, pinset anatomis dan serurgis, alis forcep, drapping, pemegang tampon, tampon, kain kasa, sarung tangan dan stetoskop.

Bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, iodium tincture 3%, NaCL fisiologis, antibiotik (penicillin oil, procain penicillin G, Penstrep 1%) vitamin B kompleks, obat premedikasi (Atropin sulfat), obat anastesi (ketamin dan Xylazin), benang catgut kromik dan benang nilon.
3.      Persiapan Operator dan Co-Operator
Sebelum operasi dilakukan, operator dan co-operator terlebih dahulu mencuci tangan dari ujung jari sampai ke siku dengan air sabun dan dibilas dengan air bersih. Tangan dikeringkan dengan handuk bersih kemudian didesinfeksi dengan alcohol 70 %. Kemudian operator dan co-operator mengunakan sarung tangan dan pakaian khusus bedah. Keadaan tersebut dipertahankan sampai operasi selesai.
4.      Premedikasi dan Anastesi
Premedikasi yang digunakan pada operasi ini adalah Atropine Sulfat dengan dosis 0,02 – 0,04 mg/kg berat badan secara intra muskulus. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya muntah, hipersalivasi dan sebagai sedatif.

Setelah sepuluh menit dilanjutkan dengan pemberian anastesi umum, diberikan Ketamin 10 – 40 mg/kg berat badan, Xylazin 1 – 3 mg/kg berat badan yang dikombinasikan dalam satu spuit secra intra muskulus.

Kombinasi obat anastesi dilakukan untuk mendapatkan anastesi yang sempurna, dimana kedua obat ini mempunyai efek kerja yang antagonis atau berlawanan, sehingga efek buruk yang ditimbulkan berkurang.

Ketamin mempunyai sifat analgesik, analgesik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem viseral.

Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya meninggi. Ketamin mimilik kekurangan yaitu sangat lemah sifat analgesik pada visceral karena itu tidak dapat diberikan secara tunggal untuk prosedur operasi.

Sedangkan xylazin mempunyai efek sedasi, analgesi,anastesi dan pelemas otot pada dosis tertentu. Xylazin mempunyai efek terhadap sistem sirkulasi, penafasan dan penurunan suhu tubuh. Selain itu dapat menyebabkan bradiaritmia, serta diikuti oleh hipotensi yang berlangsung lama.

Setelah hewan benar-benar teranastesi baru dilakukan penyayatan pada daerah abdomen dengan posisi dorso recumbency dari mulai kulit sampai menembus lapisan peritonium.

Pada saat penyayatan lapisan peritonium hendaknya dibantu dengan jaritangan untuk menghindari tersayat atau tergunting organ visceral. Selama berlangsung stadium anastesi, cardiolog memonitor frekuensi denyut jantung dan pernafasan setiap 5 menit sekali.

5.      Teknik Operasi
Setelah pasien teranastesi, pasien diletakkan di atas meja operasi pada posisi dorsal recumbency dan keempat kaki diikat pada sisi kiri dan kanan meja operasi, kemudian daerah yang akan diincisi didesinfeksi dengan alkohol 70% dan Iodium tincture 3%, pasang dook steril pada daerah abdomen. Untuk entromi, langkahnya sebagai berikut :
1)      Incisi kulit melalui linea median, dari umbilicus ke caudal sepanjang kurang lebih 5-6 cm, kulit dan jaringan subcutan diincisi dengan menggunakan scalpel, preparasi tumpul dilakukan untuk mendapatkan linea alba, kemudian bagian kiri dan kanan linea alba dijepit dengan allis forceps, kemudian dengan ujung gunting atau scalpel dibuat irisan kecil pada linea alba.
2)      Irisan diperpanjang dengan menggunakan gunting lurus (sebagai pemandu, jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri di letakkan di bawah linea alba agar organ dalam tidak tergunting).
3)      Kemudian intestinum dikeluarkan, bagian kiri dan kanan dari intestinum yang akan disayat diikat dengan kain kasa kemudian kain kasa tersebut diklem.
4)      Dibuat sayatan pada permukaan intestinum dan benda asing dikeluarkan, usahakan agar usus tetap dalam keadaan basah dengan cara membilas dengan penstrep 1%.
5)      Kemudian mucosa dijahit dengan pola simple continous dan serosa dijahit dengan pola lambert dengan menggunakan cat gut 000/0000.
6)      untuk memastikan ada tidaknya kebocoran dilakukan uji kebocoran usus. Setelah dipastikan tidak bocor, intestinum dimasukkan kembali ke rongga abdomen, kemudian peritoneum dijahit dengan menggunakan benang nilon simple interrupted, musculus dan fascia dijahit dengan benang cat gut pola simple continous dan kulit dijahit dengan nilon pola simple interrupted.

Untuk Entrectomy, langkah operasi yang harus ditempuh adalah sebagai berikut :
1)      Insisi dilakukan pada garis tengah (linea alba) bagian kaudal dengan panjang 10cm yang diperkirakan cukup untuk mengeluarkan usus halus.
2)      Pembuluh darah yang mensuplai usus yang akan dipotong (daerah gangrenous) diligasi rangkap pada perbatasan antara mesenterium dengan usus.
3)      Selanjutnya dengan dua jari isi usus disisihkan ke arah usus yang tidak dipotong.
4)      Pada batas-batas usus yang akan dipotong masing-masing dijepit dengan dua hemostatik forcep yang ujung-ujungnya dilapisi dengan karet, membentuk sudut kirakira 300 terhadap sisi antimesenterika bagian yang akan dipotong.
5)      Setelah dilakukan pemotongan di antara ligasi rangkap pada pembuluh darah, dilanjutkan pemotongan usus di antara dua hemostatik forcep yang ditempatkan pada bagian proksimal maupun distal usus halus.
6)      Anastomosis usus dilakukan dengan aposisi ujung ke ujung dengan pola jahitan sederhana terputus menggunakan benang catgut kromik 3-0 dengan jarum lengkung diameter bulat.
7)      Penempatan setiap simpul jahitan berjarak kira-kira 3 mm.
8)      Bagian mesenterika yang terpotong dipertautkan kembali dengan benang catgut kromik 3-0 pola jahitan sederhana terputus.
9)      Selama prosedur operasi berlangsung, secara periodik usus dibasahi dengan larutan NaCl fisiologi steril guna mencegah kekeringan usus.
10)  Untuk pengujian terhadap kemungkinan kebocoran pada tempat anastomosis, di bagian kranial dan kaudal (3cm dari tempat anastomosis) dibendung dengan jari selanjutnya 10 ml larutan NaCl fisiologi steril diinjeksikan kedalamnya.
11)  Apabila terdapat kebocoran maka terlihat rembesan cairan pada tempat anastomosis. Setelah diyakini tidak ada kebuntuan da kebocoran, usus halus kemudian dikembalikan kedalam rongga abdomen.
12)  Dinding abdomen dijahit dengan catgut kromik 2-0 pola jahitan sederhana terputus.
13)  Jaringan subkutan dijahit dengan catgut kromik 2-0 pola jahitan sederhana menerus.
14)  Kulit dijahit dengan benang silk 2-0 dengan pola jahitan sederhana terputus.
15)  Irisan kulit yang telah dijahit diolesi dengan antiseptik iodium tinktur 3%. Selama prosedur operasi berlangsung, anjing diinfus dengan larutan ringer’s dekstrosa 5% sebanyak 40 ml/kg berat

D.    Pengujian Kebocoran Usus
Pengujian terhadap kebocoran usus dapat dilakukan dengan cara:
1.      Menekan jari kelingking ditempat persambungan\jahitan, maka akan terasa usus buntu atau tidak.
2.      Memijat usus didekat persambungan dan melintaskan isi usus melalui persambungan, jika tempat persambungan bocor maka sebagian isi usus akan keluar.
3.      Menyuntikan larutan NaCl Fisiologis kedalam lumen sambungan usus tersebut, bila larutan tidak keluar maka sambungan sudah baik.
4.      Jika sambungan usus tersebut buntu maka dapat dibuat irisan sepanjang 1 cm, kira-kira 3 cm dari persambungan, lewat irisan tadi dimasukan hemostatik forseps untuk membuka persambungan yang buntu tersebut.
5.      Jika ada kebocoran maka pada tempat-tempat tersebut dijahit dengan menggunakan metode cushing sampai kebocoran dapat diatasi.

E.     Perawatan Pasca Operasi Enterectomi
Setelah operasi selesai, daerah incisi dibersihkan dan diolesi dengan iodium tincture 3%, ke dalam daerah bekas operasi disemprotkan penisilin oil, kemudian pasien diberi procain penisilin G dengan dosis 4000 – 10.000 IU/kg berat badan secara IM dan Vitamin B kompleks secara intra muscular, antibiotic dan supportif diberikan selama tiga hari berturut-turut.

Pasien dimasukkan ke dalam kandang yang bersih, kering dan terang. Selama masa perawatan diberikan makanan yang mudah dicerna, luka operasi dijaga kebersihannya, jahitan dibuka setelah luka operasi kering dan pada bekas operasi dioles Iodium tincture 3%.



Share:

No comments:

Post a Comment

Recent Posts

Sponsorship